Masjid Agung Banten bukan sekadar tempat ibadah, melainkan sebuah monumen peradaban Islam klasik di Nusantara. Terletak di kawasan Banten Lama, masjid ini menjadi saksi bisu berkembangnya ajaran Islam serta kejayaan Kesultanan Banten sebagai pusat kekuatan politik dan ekonomi di masa lampau. Dibangun pada abad ke-16, Masjid Agung Banten masih berdiri kokoh hingga kini, menyimpan kisah spiritual, budaya, dan arsitektur yang sangat bernilai.
Awal Pendirian: Jejak Dakwah Sunan Gunung Jati
Masjid Agung Banten didirikan pada tahun 1566 oleh Sultan Maulana Hasanuddin, putra dari Sunan Gunung Jati, salah satu Wali Songo yang menyebarkan Islam di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya. Pendirian masjid ini bukan hanya sebagai sarana ibadah, tetapi juga sebagai pusat pemerintahan dan dakwah Kesultanan Banten.
Pada saat itu, Banten adalah pusat perdagangan penting yang ramai disinggahi oleh pedagang dari Arab, Persia, India, dan Eropa. Masjid Agung menjadi simbol kesatuan antara agama dan kekuasaan, antara spiritualitas dan politik.
Arsitektur: Perpaduan Gaya Lokal, Eropa, dan Cina
Salah satu hal yang membuat Masjid Agung Banten istimewa adalah arsitektur uniknya. Berbeda dari masjid-masjid lain yang berkubah seperti gaya Timur Tengah, Masjid Agung Banten mengadopsi atap bersusun lima yang menyerupai bangunan pagoda. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh arsitektur Cina, serta gaya lokal Nusantara yang saat itu banyak menggunakan bentuk atap bertingkat.
Tidak hanya itu, masjid ini juga memiliki menara tinggi berbentuk mercusuar yang dirancang oleh arsitek asal Belanda, Hendrik Lucaasz Cardeel, yang kemudian memeluk Islam dan dikenal sebagai Pangeran Wiraguna. Menara ini dulunya digunakan untuk mengumandangkan azan dan melihat pergerakan kapal dari kejauhan, mengingat posisi Banten yang dekat dengan pesisir.
Di bagian dalam, masjid memiliki pilar-pilar besar dari kayu dan ruang utama yang luas. Mimbar masjid, mihrab, dan ukiran-ukiran di dalamnya menggambarkan kekayaan seni Islam klasik yang berpadu dengan tradisi lokal.
Masjid Sebagai Pusat Kehidupan Sosial dan Politik
Masjid Agung Banten bukan hanya tempat untuk salat berjamaah, tetapi juga berfungsi sebagai pusat kegiatan keagamaan, sosial, dan politik. Pada masa Kesultanan Banten, masjid ini menjadi tempat musyawarah kerajaan, tempat belajar agama (pesantren), dan titik penting dalam menyebarkan ajaran Islam.
Kegiatan keagamaan yang diadakan secara rutin seperti pengajian, khutbah, hingga diskusi keagamaan membentuk komunitas Islam yang kuat di sekitarnya. Para ulama dan santri datang dari berbagai wilayah Nusantara untuk belajar di lingkungan masjid ini, menjadikannya sebagai pusat ilmu dan dakwah di Jawa bagian barat.
Masa Kolonial: Simbol Perlawanan dan Identitas
Ketika Belanda mulai menguasai wilayah Banten pada abad ke-17, Masjid Agung Banten menjadi simbol perlawanan terhadap kolonialisme. Meskipun Kesultanan Banten secara perlahan kehilangan kekuasaan politiknya, masjid tetap menjadi pusat spiritual dan budaya masyarakat setempat.
Belanda beberapa kali mencoba mengendalikan kegiatan keagamaan, namun masyarakat tetap menjadikan masjid ini sebagai simbol identitas Islam dan Banten. Fungsi masjid sebagai ruang resistensi kultural menjadikannya situs penting dalam sejarah perjuangan rakyat lokal.
Masjid Agung Banten di Era Modern
Hingga kini, Masjid Agung Banten masih berdiri tegak sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia. Setiap tahun, ribuan peziarah datang untuk berdoa dan mengunjungi kompleks makam Sultan Maulana Hasanuddin yang berada di area masjid. Kegiatan ziarah ini menjadi bagian dari tradisi masyarakat Islam di Banten dan sekitarnya.
Pemerintah daerah dan pusat telah menetapkan kawasan Banten Lama, termasuk Masjid Agung, sebagai kawasan cagar budaya nasional. Proyek revitalisasi dan konservasi telah dilakukan untuk menjaga keaslian struktur bangunan serta memperbaiki fasilitas umum agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Nilai Historis dan Edukatif
Masjid Agung Banten tak hanya menyimpan nilai religius, tapi juga nilai edukatif yang besar. Sejarahnya mengajarkan kita tentang keberagaman budaya, diplomasi spiritual, dan toleransi arsitektur. Bagi pelajar, peneliti, maupun wisatawan, masjid ini menjadi sumber pembelajaran sejarah Islam di Indonesia.
Melalui arsitekturnya, kita belajar bagaimana dakwah Islam berkembang secara damai dan berpadu dengan budaya lokal. Lewat kisahnya, kita melihat bagaimana agama menjadi kekuatan pemersatu masyarakat dan simbol identitas bangsa.
Kesimpulan
Masjid Agung Banten adalah lebih dari sekadar bangunan tempat ibadah. Ia adalah penjaga warisan peradaban Islam, bukti kecerdasan arsitektur Nusantara, dan saksi bisu perjuangan umat Islam dalam mempertahankan budaya serta keyakinan di tengah gempuran kolonialisme.
Sebagai umat Islam dan warga Indonesia, sudah sepantasnya kita menjaga dan melestarikan masjid ini, tidak hanya sebagai situs sejarah, tetapi juga sebagai sumber inspirasi spiritual dan nasionalisme.
baca juga artikel lainnya Asal Usul Candi Mendut