, , , ,

Green Financing: Investasi Ramah Lingkungan Indonesia Kini

oleh -23 Dilihat
oleh
green financing
green financing
banner 468x60

Secara umum, green financing merujuk pada mekanisme pembiayaan investasi yang memberikan manfaat lingkungan, seperti pengurangan emisi karbon, perlindungan ekosistem, dan efisiensi sumber daya. Di Indonesia, green financing mencakup penerbitan green bonds, green sukuk, kredit hijau, hingga sustainability-linked loans yang mengaitkan suku bunga dengan capaian ESG perusahaan.

Lebih jauh, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mendefinisikan green bonds dan green sukuk sebagai instrumen utang yang hasil penjualannya digunakan untuk membiayai atau membiayai ulang aktivitas bisnis yang berkelanjutan secara lingkungan. Sementara sustainability bond memperluas lingkupnya ke kegiatan sosial, sustainability-linked bond mengaitkan pembayaran kupon dengan target kinerja keberlanjutan.

banner 336x280

2. Kerangka Regulasi

Pertama, OJK menerbitkan POJK No. 51/POJK.03/2017 tentang implementasi keuangan berkelanjutan untuk sektor jasa keuangan, disertai pedoman teknis bagi perbankan. Selanjutnya, pada Januari 2022, OJK meluncurkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan Indonesia (TKBI) versi 2 sebagai klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan target NZE 2060.

Bank Indonesia (BI) juga ambil peran dengan memberikan insentif makroprudensial, seperti pengurangan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan kredit hijau, dan aturan Loan-to-Value (LTV) 100% untuk properti bersertifikat hijau. Selain itu, pemerintah menerbitkan kerangka Green Bond dan Green Sukuk melalui Kementerian Keuangan untuk memastikan transparansi penggunaan dana.

3. Beragam Instrumen Green Financing

3.1 Green Bonds dan Green Sukuk

Green bonds dan green sukuk menjadi instrumen utama, dengan beberapa penerbitan besar seperti Indonesia Infrastructure Finance (IIF) dan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Hasil penerbitan ini digunakan untuk pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit biomassa, serta proyek adaptasi iklim di sektor pertanian.

3.2 Kredit Hijau dan Sustainability-Linked Loans

Selanjutnya, kredit hijau menawarkan suku bunga menarik untuk pembiayaan kendaraan listrik, properti hijau, dan efisiensi energi industri. Sementara sustainability-linked loans mengaitkan margin pinjaman dengan pencapaian KPI ESG perusahaan, mendorong korporasi memperbaiki kinerja lingkungan dan sosial.

3.3 Fasilitas Pendanaan Multilateral

Untuk mengurangi risiko, skema blended finance juga dikembangkan bersama lembaga multilateral seperti IFC dan ADB, melalui Green Climate Fund dan kerjasama Public-Private Partnerships (PPP).

4. Inisiatif Pemerintah dan INA

Pemerintah membentuk Indonesia Investment Authority (INA) sebagai sovereign wealth fund yang mengalokasikan hingga US$ 20 miliar untuk investasi hijau, termasuk energi terbarukan dan infrastruktur berkelanjutan. INA telah menanamkan modal di PT Pertamina Geothermal Energy bersama Masdar senilai US$ 500 juta, serta menjajaki peluang pada energi surya dan restorasi mangrove.

BI dan OJK juga menyelaraskan kebijakan makro dan mikroprudensial, mendorong lembaga keuangan menilai risiko iklim dalam portofolio mereka dan mempublikasikan laporan keberlanjutan secara komprehensif.

5. Dampak dan Manfaat

Green financing telah memfasilitasi proyek PLTS atap skala mikro hingga besar, mengurangi jejak karbon dan menambah kapasitas terbarukan nasional. Di sektor industri, efisiensi energi dan teknologi hijau mendorong penurunan biaya operasional jangka panjang dan menciptakan lapangan kerja baru dalam ekonomi hijau.

Secara sosial, pendanaan berkelanjutan meningkatkan kualitas hidup melalui pengelolaan limbah terpadu, penyediaan air bersih, dan perlindungan kawasan hutan, sekaligus memperkuat ketahanan komunitas lokal.

6. Tantangan Penyebaran Green Financing

Meskipun potensi besar, realisasinya masih terbentur persepsi risiko tinggi dan biaya transaksi penerbitan green bonds yang lebih mahal dibanding obligasi konvensional. Kurangnya data dan standar penilaian yang seragam sering mempersulit due diligence, sementara insentif fiskal untuk memperkaya penerbitan instrumen hijau masih terbatas.

Selain itu, harmonisasi TKBI dengan standar internasional perlu disempurnakan agar menarik investor asing yang mengacu pada EU Taxonomy dan TCFD.

7. Prospek dan Rekomendasi

Untuk mendorong pertumbuhan, digitalisasi proses permohonan green finance harus dipercepat, menurunkan biaya transaksi dan mempersingkat waktu evaluasi. Pemerintah dapat menambah insentif pajak bagi penerbit green bonds dan kredit hijau, serta memperluas jangkauan fasilitas blended finance.

Lebih lanjut, kampanye edukasi publik dan pelatihan industri akan meningkatkan pemahaman korporasi dan masyarakat tentang manfaat green financing, sekaligus memperkuat demand-side ekosistem berkelanjutan. Kolaborasi lintas sektor—pemerintah, otoritas keuangan, lembaga internasional, dan swasta—kritis untuk mewujudkan target Net-Zero 2060 dan meningkatkan daya saing hijau Indonesia di kancah global.

Gaya Hidup : Hidup Tenang di Era Digital: Bukan Mustahil Lagi

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.