Bayangkan kamu bisa memantau detak jantung hanya dengan sentuhan jari, memperbaiki fokus dengan suplemen pintar, atau bahkan membuka pintu rumah tanpa kunci cukup dengan gerakan tangan yang ditanam chip di bawah kulit. Selamat datang di dunia biohacking, di mana teknologi dan tubuh manusia menjadi satu kesatuan yang saling memperkuat.
Apa Itu Biohacking?
Biohacking adalah istilah yang merujuk pada praktik mengubah atau meningkatkan tubuh manusia menggunakan berbagai metode, baik yang sederhana seperti diet dan meditasi, maupun yang kompleks seperti teknologi implant atau modifikasi genetik.
Secara garis besar, biohacking terbagi menjadi tiga kategori:
- DIY Biology – Dilakukan oleh komunitas ilmuwan amatir di luar laboratorium resmi, biasanya menyangkut eksperimen biologi seperti fermentasi, DNA editing, atau penciptaan suplemen alami.
- Grinder Biohacking – Menggabungkan tubuh manusia dengan teknologi, seperti menanam chip RFID, magnet, atau perangkat lain ke dalam tubuh.
- Nutrigenomics & Nootropics – Fokus pada bagaimana makanan, suplemen, dan gen berinteraksi untuk mengoptimalkan fungsi otak dan tubuh.
Biohacking di Dunia Nyata
Salah satu tokoh terkenal dalam dunia biohacking adalah Dave Asprey, pencetus Bulletproof Coffee, yang percaya bahwa melalui eksperimen tertentu, manusia bisa memperpanjang umur dan meningkatkan kinerja otak. Di sisi lain, komunitas Grinder seperti Rich Lee atau Tim Cannon melakukan eksperimen ekstrem, seperti menanam komputer mini di bawah kulit atau speaker di dalam telinga.
Di Eropa dan Amerika, teknologi seperti chip RFID sudah digunakan untuk menggantikan kartu akses, tiket transportasi, bahkan dompet digital. Pengguna cukup mendekatkan tangan ke scanner untuk membuka pintu, membayar belanjaan, atau mengakses komputer.
Tujuan Biohacking: Dari Praktis hingga Filosofis
Motivasi utama di balik biohacking sangat beragam:
- Efisiensi hidup: Melacak kualitas tidur, mempercepat penyembuhan luka, atau meningkatkan fokus kerja.
- Estetika dan identitas: Beberapa orang ingin tampil sebagai “cyborg” atau memperlihatkan kecintaan pada teknologi.
- Transhumanisme: Keyakinan bahwa manusia bisa berkembang melampaui batas biologisnya melalui teknologi.
Risiko dan Etika
Tentu saja, biohacking tidak bebas risiko. Implantasi chip, misalnya, bisa menimbulkan infeksi, penolakan tubuh, atau kegagalan fungsi. Lebih jauh lagi, praktik biohacking yang menyentuh ranah genetika menimbulkan banyak pertanyaan etis:
- Apakah pantas manusia mengubah gen untuk meningkatkan kemampuan tertentu?
- Siapa yang bertanggung jawab jika teknologi dalam tubuh rusak?
- Apakah biohacking hanya akan memperbesar kesenjangan antara yang mampu dan yang tidak?
Beberapa negara bahkan mulai merancang regulasi khusus untuk membatasi atau mengawasi praktik biohacking, terutama yang melibatkan alat elektronik atau intervensi biologis ekstrem.
Biohacking di Indonesia
Di Indonesia, tren biohacking masih tergolong baru, namun mulai menarik perhatian komunitas teknologi dan kesehatan. Penggunaan smartwatch, suplemen nootropik, serta teknik seperti puasa intermiten atau meditasi berbasis sains menjadi bentuk awal dari biohacking yang mulai populer.
Namun, adopsi teknologi seperti chip RFID atau implan lainnya masih belum umum karena alasan budaya, hukum, dan keamanan.
Masa Depan Biohacking
Dengan perkembangan teknologi seperti AI, big data, dan gen editing (CRISPR), masa depan biohacking tampak penuh potensi. Bayangkan tubuh yang bisa memperbaiki dirinya sendiri, atau otak yang terhubung langsung ke internet. Meskipun masih dalam tahap awal, kemungkinan-kemungkinan tersebut tidak lagi terasa seperti fiksi ilmiah.
Namun, kunci utama keberhasilan biohacking bukan sekadar teknologi, melainkan pemahaman dan kontrol. Biohacking bukan untuk menjadikan manusia seperti mesin, tapi untuk mengenali bagaimana teknologi bisa mendukung tubuh dan pikiran manusia agar bekerja lebih optimal—tanpa kehilangan sisi kemanusiaannya.
Baca juga Cerita Horor